Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir
Bismillahirrahmannirrahiim....
Salamalaikum warah matullahi wabarukatuhu. Pada postingan kali ini saya akan bercerita tentang Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir setelah pada postingan sebelumnya ada cerita Kisah Perjalanan dan Dialog Nabi Idris dan Malaikat Izrail (maut) dan cerita Terbunuhnya Amirulmukminin Umar bin Khatab.
Suatu ketika Nabi
Musa a.s.berkhutbah di
tengah-tengah Bani Israil, lalu ia ditanya, “Siapakah manusia yang paling dalam
ilmunya?” Ia menjawab, “Sayalah orang yang paling dalam ilmunya.” Maka Allah Subhanahu
wa Ta’ala menyalahkannya karena tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala kemudian mewahyukan kepadanya yang isinya, “Bahwa salah seorang
hamba di antara hamba-hamba-Ku yang tinggal di tempat bertemunya dua lautan
lebih dalam ilmunya daripada kamu.” Musa
berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana cara menemuinya?” Maka dikatakan kepadanya,
“Bawalah ikan (yang sudah mati) dalam sebuah keranjang. Apabila engkau
kehilangan ikan itu, maka orang itu berada di sana.”
Nabi Musa a.s. pun berangkat bersama muridnya Yusya’ bin Nun dengan membawa ikan dalam keranjang, sehingga ketika mereka berdua berada di sebuah batu besar, keduanya merebahkan kepala dan tidur (di atas batu itu), lalu ikan itu lepas dari keranjang dan mengambil jalannya ke laut dan cara perginya membuat Musa dan muridnya merasa aneh.
Nabi Musa a.s. pun berangkat bersama muridnya Yusya’ bin Nun dengan membawa ikan dalam keranjang, sehingga ketika mereka berdua berada di sebuah batu besar, keduanya merebahkan kepala dan tidur (di atas batu itu), lalu ikan itu lepas dari keranjang dan mengambil jalannya ke laut dan cara perginya membuat Musa dan muridnya merasa aneh.
Keduanya
kemudian pergi pada sisa malam yang masih ada hingga tiba pagi hari. Ketika
pagi harinya, Musa berkata
kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita, sungguh kita telah merasa
letih karena perjalanan ini.” Musa
tidaklah merasakan keletihan kecuali setelah melalui tempat yang diperintahkan
untuk didatangi.
Muridnya
kemudian berkata kepadanya, “Tahukah engkau ketika kita mecari tempat
berlindung di batu tadi, aku lupa menceritakan tentang ikan itu, dan tidak ada
yang membuatku lupa untuk mengingatnya kecuali setan,” Musa berkata, “”Itulah (tempat) yang kita cari.”
Lalu keduanya
kembali, mengikuti jejak mereka semula. Ketika mereka sampai di batu besar itu,
tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menutup dirinya dengan kain atau tertutup
dengan kain, lalu Musa memberi salam
kepadanya. Kemudian Nabi Khidhir
berkata, “Dari mana ada salam di negerimu?” Musa berkata, “Aku Musa.” Khidhir bertanya, “Apakah Musa (Nabi)
Bani Israil?” Musa menjawab, “Ya.” Musa berkata, “Bolehkah aku mengikutimu
agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu
(untuk menjadi) petunjuk?” Khidhir menjawab,
“Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku, wahai Musa?”
Sesungguhnya aku berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadaku
yang engkau tidak mengetahuinya, demikian pula engkau berada di atas ilmu yang
Dia ajarkan kepadamu dan aku tidak mengetahuinya.” Musa berkata, “Engkau akan mendapatiku insya Allah sebagai orang
yang sabar dan aku tidak akan mendurhakai perintahmu.”
Keduanya pun
pergi berjalan di pinggir laut, sedang mereka berdua tidak memiliki perahu,
lalu ada sebuah perahu yang melintasi mereka berdua, maka keduanya berbicara
dengan penumpangnya agar mengangkutkan mereka berdua, dan ternyata diketahui
(oleh para penumpangnya) bahwa yang meminta itu Khidhir, maka mereka pun mengangkut keduanya tanpa upah.
Tiba-tiba ada
seekor burung lalu turun ke tepi perahu kemudian mematuk sekali atau dua kali
patukan ke laut. Khidhir berkata, “Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu
yang berasal dari Allah tidak lain seperti patukan burung ini ke laut (tidak
ada apa-apanya di hadapan ilmu Allah), lalu Khidhir mendatangi papan di antara papan-papan perahu kemudian
dicabutnya.” (Melihat keadaan itu) Musa
berkata, “Orang yang telah membawa kita tanpa meminta imbalan, namun malah
engkau lubangi perahunya agar penumpangnya tenggelam.” Khidhir berkata, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, bahwa
engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.” Musa berkata, “Janganlah engkau hukum aku karena lupaku dan
janganlah engkau bebankan aku perkara yang sulit.”
Untuk yang
pertama Musa lupa, maka keduanya pun pergi, tiba-tiba ada seorang anak yang
sedang bermain dengan anak-anak yang lain, kemudian Khidhir memegang kepalanya dari atas, lalu menarik kepalanya dengan
tangannya. Musa berkata, “Apakah
engkau hendak membunuh seorang jiwa yang bersih bukan karena ia membunuh orang
lain.” Khidhir berkata,
“Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.”
Keduanya pun
berjalan, sehingga ketika mereka sampai ke penduduk suatu kampung, keduanya
meminta agar penduduknya menjamu mereka, namun tidak diberi. Keduanya pun
mendapatkan sebuah dinding yang hampir roboh, maka Khidhir menegakkannya, Khidhir
melakukannya dengan tangannya. Musa pun berkata, “Sekiranya engkau mau, niscaya engkau dapat meminta
imbalan untuk itu.” Maka Khidhir berkata, “Inilah perpisahan
antara aku dengan kamu.”
Kemudian Khidhir menyampaikan alasan
terhadap tindakan yang dilakukannya, ia berkata:
“Adapun kapal
itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan
merusakkan kapal itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas
setiap kapal.–Dan adapun anak muda itu, maka kedua(orang tuanya)nya adalah
orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang
tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.–Dan kami menghendaki, agar Tuhan
mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari
anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).–Adapun
dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di
bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah
seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar mereka sampai kepada
kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu;
dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Itulah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (QS. Al Kahfi: 79-82).
Hikmah yang bisa kita ambil dari Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir diatas dapat sy simpulkan sebagai berikut:
- Jangan pernah merasa kalau ilmu yang kita miliki atau sesuatu apapun itu melebihi dari orang lain (menyombongkan diri). Sadarilah bahwa masih ada hamba Allah yang lebih pandai dari kita dan semua itu "ilmi ataupun harta" berasal dari Allah dan kepunyaan-Nya dia atas semua itu.
- Setinggi apapun ilmu yang kita punya, jangan pernah merasa puas atau berhenti menunutut ilmu. Hendaklah kita terus berguru dan belajar terus untuk mendapatkan ilmu baru atau memperdalam ilmu yang tekah kita miliki sebelumnya.
0 comments:
Post a Comment